Kemnaker RI, 30 MARET 2022
Program Safe and Fair: Realizing Women Migrant Workers’ Rights
and Opportunities in the ASEAN Region, merupakan
bagian dari Spotlight Global Initiative Uni Eropa dan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak
perempuan yang diimplementasikan oleh International Labour Organisation
(ILO) dan UN Women, bekerja sama dengan UNODC. Program ini bertujuan untuk
memastikan migrasi tenaga kerja yang aman dan adil bagi semua perempuan di
kawasan ASEAN.
Rabu, 30 Maret 2022, Jaringan
Buruh Migran (JBM) bekerja sama dengan ILO dan Kementerian Ketenagakerjaan RI
(Kemnaker RI) menyelenggarakan “Virtual Launching Panduan dan Standar
Operasional Prosedur untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia yang Responsif Gender.” Acara yang berlangsung pada pukul 09.45-11.00
WIB tersebut dihadiri oleh lebih dari 50 partisipan luring dan 300 partisipan
daring yang berasal dari Tripartit Plus, di antaranya adalah (i) Dr. Hj. Ida
Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan RI; (ii) Drs. Suhartono, M.M., Dirjen
Binapenta & PKK Kemnaker RI; (ii) Benny Rhamdani, Kepala Badan Pelindungan
Pekerja Migran Indonesia, (iii) Rendra Setiawan, Direktur Bina Penempatan dan
Pelindungan PMI (P2PMI) Kemnaker RI beserta jajaran; (iv) Yusuf Setiawan,
Koordinator Pembinaan Penempatan Kemnaker RI beserta jajaran; (v) Michiko
Miyamoto, Direktur ILO Indonesia – Timor Leste; (vi) Sinthia Harkrisnowo,
National Project Coordinator ILO; (vii) Savitri Wisnuwardhani, Sekretaris
Nasional JBM; (viii) Perwakilan Kantor Staf Presiden, Kementerian, dan BP2MI; (ix)
Koordinator LTSA; (x) Ketua-ketua Asosiasi P3MI; (xi) Ketua Asosiasi dan
Penanggung Jawab BLK-LN; (xii) Dinas Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota; (xiii)
serikat pekerja migran dan organisasi masyarakat sipil di dalam dan luar
negeri; (xiv) organisasi internasional; hingga (xv) vlogger PMI. Kegiatan
berlangsung dengan khidmat dan dengan antusiasme yang tinggi dari para pihak
yang hadir, baik secara daring maupun luring.
Untuk membuka acara, Drs. Suhartono, M.M., Dirjen Binapenta
& PKK Kemnaker RI menyampaikan laporan penyelenggaran kegiatan pada hari
ini. Beliau menegaskan bahwa dalam rangka upaya menjalankan UU PPMI dan mengurangkan
kerentanan spesifik perempuan PMI, Kemnaker RI bekerja sama dengan ILO dan JBM
mengembangkan panduan teknis penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI yang
responsif gender. Tujuan dari diselenggarakannya kegiatan pada hari ini adalah
antara lain melaksanakan peluncuran panduan teknis dan SOP penyelenggaraan
layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru, mendiseminasikan
pemahamanan terkait panduan teknis dan SOP, meningkatkan pemahaman mengenai
situasi PMI dan kebutuhan atas operasionalisasi panduan teknis, dan meningkatkan
pemahaman terkait tantangan dan pembelajaran dari implementasi SOP BLKLN/P3MI
untuk penyelenggaraan layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan
baru. Sedangkan tindak lanjut dari kegiatan ini adalah asistensi implementasi
SOP bagi P3MI dan BLKLN/LPKLN.
Setelah
Dirjen Binapenta & PKK Kemnaker RI menyampaikan laporan penyelenggaraan
kegiatan, kata sambutan diberikan oleh Savitri Wisnuwardhani, Michiko Miyamoto,
dan Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si.
Savitri Wisnuwardhani menegaskan bahwa panduan
gender disusun melalui sebuah proses penelitian yang inklusif dan partisipatif
dari berbagai pihak, terutama mendengarkan suara dan aspirasi perempuan PMI.
Pihak yang terlibat mulai dari perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah, pemerintah desa, perwakilan atnaker, serikat buruh, organisasi yang
peduli kepada PMI dan perwakilan dari P3MI serta tokoh masyarakat dan tokoh
agama di wilayah penelitian. Panduan ini memiliki kelebihan dengan menempatkan
responsif gender sebagai kerangka kerja untuk memastikan layanan dan tata kelola
migrasi ketenagakerjaan yang aman dan adil.
Michiko Miyamoto menyinggung bahwa PMI
berkontribusi terhadap pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, baik di
negara asal maupun tujuan. 70% dari seluruh PMI adalah perempuan dan berbagai
studi menunjukkan bahwa remitansi dari perempuan PMI dikeluarkan untuk
kebutuhan pendidikan, kesehatan, sosial, dan keluarga. Meskipun begitu,
perempuan PMI merupakan salah satu kelompok paling rentan terhadap kekerasan,
perdagangan orang, pelecehan seksual, dan pelanggaran ketenagakerjaan.
Terlebih, akses layanan bagi perempuan PMI penyintas kekerasan seringkali tidak
dapat memenuhi kebutuhan – tidak terjangkau dan tidak terkoordinasi antara
instansi satu dengan lainnya.
Beliau berpesan bahwa mempromosikan tata kelola migrasi
ketenagakerjaan yang responsif gender sangat krusial untuk memperkuat kebijakan
dan layanan pemerintah dalam merespons beragam realitas yang dihadapi oleh
perempuan dan laki-laki PMI.
Panduan gender yang merupakan hasil kolaborasi antara ILO, Kemnaker RI, dan JBM
menyajikan pendekatan langkah demi langkah untuk mendukung Tripartit Plus dalam
mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengawasi daya tanggap gender
sebagaimana dimandatkan oleh UU PPMI. Lebih lanjut, ILO memberikan komentar
teknis untuk pengembangan SOP dan monitoring tool untuk penyelenggaraan
layanan dan pelindungan PMI pada masa adaptasi kebiasaan baru.
Setelah Ibu
Michiko, Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. memberikan kata sambutan sekaligus
meluncurkan Buku Panduan dan SOP untuk Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan
PMI yang Responsif Gender. Beliau menyambut baik kegiatan pada hari ini.
Beliau menegaskan
betapa besarnya kontribusi para perempuan PMI dalam pembangunan ekonomi
Indonesia. Meskipun dengan kontribusi yang tidak sedikit, perempuan PMI
merupakan kelompok paling rentan mengalami eksploitas, pelecehan, dan
pelanggaran hak ketenagakerjaan. Pendekatan responsif gender menjadi sangat
penting. Namun, responsif gender tidak bermakna mengistimewakan perempuan di
atas laki-laki, melainkan memastikan akses yang sama bagi siapapun dan mengakui
adanya tingkat kerentanan spesifik yang dialami oleh perempuan PMI.
Pemerintah telah
melakukan reformasi tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang dilakukan secara
menyeluruh, dengan adanya UU PPMI dengan memberikan mandat dimulai dari
pemerintah tingkat terkecil, yakni desa hingga ke tingkat pusat. Pasal 2 UU
PPMI memandatkan pelaksanaan pelindungan PMI harus berasaskan persamaan hak dan
pengakuan atas martabat dan HAM, demokrasi, berkeadilan sosial, kesetaraan dan
keadilan gender, nondiskriminasi, dan antiperdagangan manusia. Hal-hal tersebut
merupakan komitmen bersama bagi seluruh pemangku kepentingan.
Sesuai pesan Menteri Ketenagakerjaan RI, kegiatan tidak boleh
berakhir dengan adanya launching, melainkan rangkaian penguatan
kapasitas untuk penyelenggaraan layanan dalam penyelenggaraan layanan dan
pelindungan PMI yang responsif gender harus dapat diimplementasikan oleh para
pemangku kepentingan dan menekankan pentingnya pengawasan.
Kegiatan ditutup
dengan seremoni launching melalui penyerahan simbolis buku panduan
gender dan SOP P3MI/BLKLN oleh Dr. Hj. Ida Fauziyah, M.Si. selaku Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia kepada Kadisnaker Tulungagung, Ketua
Departemen Buruh Migran KSBSI, Ketua Umum AP2TKI, dan empat Direktur
Asosiasi-asosiasi P3MI.