Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) melaporkan, Otoritas Arab Saudi telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap dua warga negara Indonesia (WNI) yang juga merupakan pekerja migran Indonesia (PMI) pada Kamis, 17 Maret 2022, pagi waktu setempat. Dua PMI tersebut ialah Agus Ahmad Arwas (AA) alias Iwan Irawan Empud Arwas dan Nawali Hasan Ihsan (NH) alias Ato Suparto bin Data dieksekusi mati oleh Otoritas Arab Saudi. Bersamaan dengan Siti Komariah (SK), ketiganya menjalani proses persidangan dengan dakwaan pembunuhan berencana terhadap sesama WNI atas nama Fatmah alias Wartinah. SK diputus hukuman penjara 8 tahun dan 800 kali hukuman cambuk sementara AA dan NH diputus hukuman mati. Informasi rencana eksekusi tersebut diterima oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah sehari sebelumnya melalui Pengacara KJRI Jeddah.
Dalam kasus AA dan NH, pemaafan
tidak didapatkan dari keluarga Fatmah karena ketika ditelusuri oleh Imigrasi
Indonesia dan Arab Saudi, identitas Fatmah, yang diduga merupakan PMI
nonprosedural, tidak ditemukan. Fatmah diindikasikan berangkat ke Arab Saudi
sebelum tahun 2006 ketika paspor belum biometrik. Sayang memang, identitas
Fatmah tidak berhasil dilacak yang sesungguhnya bisa menjadi kunci untuk
menyelamatkan dua nyawa.
Kemenlu RI telah mengupayakan
upaya-upaya untuk meringankan hukuman terhadap AA dan NH, baik langkah
kekonsuleran maupun diplomatik. Kemenlu RI sendiri telah mengirimkan lebih dari
sembilan nota diplomat kepada Kemenlu Arab Saudi. Hukuman mati terhadap
kelompok migran secara umum menciderai semangat the Global Compact for Migration (GCM) yang telah didukung oleh
Arab Saudi. Penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap kelompok migran merupakan elemen kunci dari
GCM.
Kasus AA dan NH hanyalah dua dari
sekian banyak kasus eksekusi mati terhadap WNI, khususnya PMI di luar negeri.
Sementara itu, hingga saat ini, masih terdapat 205 WNI termasuk PMI yang
menghadapi ancaman hukuman mati di berbagai negara.
Bobi Anwar Maarif, Sekretaris Jenderal Serikat Buruh
Migran Indonesia (SBMI) menyayangkan terjadinya hukuman mati yang terjadi. Jika
Pemerintah menemukan keluarga Fatmah, kedua WNI terpidana mati dapat mengakses
pemaafan. Dari peristiwa ini menunjukkan terdapat kelemahan dalam sistem
pendataan dan terdapat dugaan penempatan nonprosedural, sehingga datanya tidak
tercatat.
Savitri Wisnuwardhani, Sekretaris Nasional
Jaringan Buruh Migran (JBM) prihatin atas dieksekusinya dua WNI di Arab Saudi. Kasus PMI/WNI terpidana
mati masih akan terus membayangi Indonesia. Seharusnya, baik Indonesia maupun
Arab Saudi sebagai pendukung GCM dan anggota G20 memiliki komitmen untuk
melindungi kelompok migran dan melakukan perubahan terhadap kebijakan migrasi
ketenagakerjaan termasuk melakukan upaya lebih serius dan mencari terobosan
alternatif penyelesaian masalah secara diplomatik antara dua negara untuk
mengeliminasi praktik eksekusi mati pekerja migran.
Daniel Awigra, Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG) mengecam hukuman mati terhadap
dua WNI di Arab Saudi. Jika dipelajari kasusnya, korban dari dua terpidana mati
juga merupakan WNI. Maka, jika mengikuti logika hukum di sana, jika keluarga
korban bisa memaafkan pelaku, maka hukuman mati ini bisa dihindarkan.
Masalahnya, data korban belum sempat ditemukan dan eksekusi sudah dilakukan,
sehingga dikatakan Pemerintah RI gagal
dalam melindungi hak hidup warganya. Hal ini dikarenakan lemahnya data dan
keseriusan negara dalam melindungi hak hidup.
Salsabila Putri, Staf Advokasi Kebijakan Solidaritas
Perempuan (SP)turut mengecam hukuman mati terhadap PMI yang masih terjadi. Selain melanggar sejumlah instrumen HAM, sistem dan tata kelola migrasi yang ada saat ini tidak
mampu melindungi warga negara. Hukuman mati menghilangkan hak hidup yang
seharusnya dilindungi oleh negara, tidak hanya menghukum terpidana tapi juga
menghukum isteri dan anggota keluarga lainnya. Kehilangan mata pencaharian dan
kehidupan serta interaksi sosial yang terganggu akibat stigma yang dilekatkan
oleh masyarakat. Di sisi lainnya, ancaman hukuman mati bagi perempuan buruh
migran juga memiliki situasi yang spesifik. Karena selain tidak mendapatkan
proses peradilan yang adil (fair trial),
juga tidak ada pertimbangan bahwa perempuan ini kemungkinan merupakan korban
perdagangan manusia, kekerasan seksual dan perbudakan modern.
Presidensi G20 Indonesia menjadi
momentum yang tak boleh diabaikan dalam mendukung penghormatan, pelindungan,
dan pemenuhan HAM terhadap kelompok migran. Mengambil semangat G20, Pemerintah
Indonesia harus menjadi role model dalam
penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM terhadap kelompok migran untuk
kemudian dapat mempengaruhi negara lain, terutama Arab Saudi agar dapat pula
berkomitmen dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM terhadap
kelompok migran. Jaringan Buruh Migran (JBM) yang merupakan koalisi dari 28
organisasi beranggotakan serikat buruh dalam dan luar negeri dan organisasi
yang peduli terhadap isu PMI mendorong:
1.
Pemerintah RI mengimplementasikan UU PPMI dengan memperkuat sistem
pendataan. Presiden RI dapat menginstruksikan Menteri Dalam Negeri untuk
percepatan pendataan di tingkat desa;
2.
Direktorat Jenderal Imigrasi RI untuk memperkuat
pencegahan penempatan PMI nonprosedural, salah satunya dengan memperkuat
pengawasan oleh petugas imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi bandara;
3.
Pemerintah RI memberlakukan moratorium hukuman mati untuk
memberikan role model terhadap negara
G20 lainnya, termasuk Arab Saudi, yang masih memberlakukan hukuman mati dan
mengancam ribuan nyawa, termasuk kelompok migran;
4.
Pemerintah dan DPR RI menghapuskan pidana mati dalam
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jakarta, 21 Maret 2022
Jaringan Buruh Migran
SBMI, KSPI, KSBSI, KSPSI, Aspek Indonesia, FSPSI
Reformasi, ASETUC, IMWU Belanda, KOTKIHO, BMI SA, Serantau Malaysia,
UNIMIG, HRWG, JALA PRT, LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, ADBMI Lombok, LBH FAS,
Migrant Institute, PBHI Jakarta, Solidaritas Perempuan, INFEST Yogyakarta,
TURC, Seruni Banyumas, PBH-BM, Migrant Aid, Institute for Ecosoc Right
Narahubung:
Savitri Wisnuwardhani :
0821-2471-4978
Bobi Anwar Maarif : 0852-8300-6797