Sebagaimana diketahui, Perpres Tugas dan Wewenang Atase Ketenagakerjaan
merupakan satu dari tiga peraturan pelaksana UU No. 18 Tahun 2017 tentang
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) yang belum diterbitkan oleh
Pemerintah, padahal sudah tiga tahun lebih UU PPMI disahkan, melampaui amanat
yang terkandung dalam UU tersebut, bahwa peraturan pelaksana UU PPMI harus
sudah ditetapkan paling lambat 22 November 2019, atau dua tahun sejak
disahkannya UU PPMI.
Diskusi yang berlangsung pada pukul 14.15 – 15.45 WIB melalui zoom
meeting ini dihadiri oleh enam partisipan, yakni Daniel Awigra (HRWG),
Yatini Sulityawati (KSBSI), Bobi Anwar Maarif (DPN SBMI), Moch. Kholili
(Migrant Aid Jember), Sayyid M. Jundullah (Sekretariat JBM), dan Nur Alia Rosi
(Sekretariat JBM). Diskusi berlangsung dengan baik tanpa hambatan yang
signifikan, terlebih partisipan antusias dan aktif memberikan pendapat dan
masukan hingga kegiatan berakhir.
Daniel Awigra mengawali dengan menyatakan bahwa selama ini kebijakan
masih terlalu berfokus terhadap good governance, namun seringkali masih
belum dapat mengaplikasikan rights-based approach. Padahal, dalam upaya
pelindungan PMI, pendekatan HAM sangat diperlukan. Beliau lebih lanjut
menyampaikan bahwa setidaknya terdapat tiga garis besar permasalahan: (a)
permasalahan kelembagaan; (b) permasalahan struktural (termasuk mentalitas
pejabat); dan (c) permasalahan regularisasi migrasi kerja, karena memang pada
hakikatnya tugas pokok dari Atase Ketenagakerjaan adalah melakukan diplomasi
berbasis HAM dalam menanggulangi irregularitas.
Yatini, di sisi lain, menyampaikan beberapa temuan menarik yang langsung
beliau temui di lapangan, berdasarkan pengalaman mengunjungi Perwakilan RI di
luar negeri, salah satunya KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Yatini menekankan bahwa
selain diplomasi, Atase Ketenagakerjaan memiliki tugas lain sesuai amanat UU
PPMI, seperti validasi mitra usaha hingga pemberi kerja yang harus diumumkan
secara reguler. Meskipun permasalahan PMI akan lebih aktif ditangani oleh Atase
Ketenagakerjaan, hingga saat ini, peran kekonsuleran masih sangat dominan.
Atase Ketenagakerjaan belum memiliki semacam bargaining position yang
cukup mumpuni dan terkesan masih terdiskriminasi, dengan konteks bahwa Atase
Ketenagakerjaan adalah perwakilan Kemnaker RI di luar negeri, namun mereka berposisi
di dalam struktur Perwakilan RI di luar negeri yang dibawahi oleh Kemlu RI.
Apalagi Atase tidak memiliki paspor diplomatic.
Moch. Kholili mengatakan bahwa pada dasarnya, perlu terdapat reviu
strategis tentang apakah pelindungan PMI sebenarnya bagian dari prioritas
Perwakilan RI. Mereka kebanyakan masih jauh dari isu strategis tersebut,
sehingga hanya menjadi bagian kecil dari Perwakilan RI. Terlebih, Daniel Awigra
menimpali bahwa memang setiap Perwakilan RI biasanya dipengaruhi oleh siapa
duta besarnya, karena sebagian duta besar ada yang lebih besar berfokus di isu
ekonomi, politik, atau bahkan sosial budaya. Kemudian, penting nantinya
menempatkan orang yang kompeten, memiliki kepemimpinan dan latar belakang yang
mumpuni untuk dapat menjadi Atase. Moch. Kholili menimpali bahwa selama ini,
dalam pelatihan dan pendidikan Calon Atase Ketenagakerjaan, isu yang menjadi
perhatian masih bersifat umum, belum menyentuh spesifisitas PMI, sehingga
nantinya juga perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan bagi Atase yang
mendalami spesifisitas persoalan PMI.
Moch. Kholili kemudian menambahkan bahwa, lagi-lagi soal integrasi data
merupakan hal yang sangat krusial. Sangat baik apabila data yang ada di tingkat
daerah bisa terintegrasi hingga ke Atase Ketenagakerjaan untuk memperkuat
pelindungan PMI, artinya Pemerintah harus membuka akses yang luas kepada
keluarga di Indonesia yang butuh pelayanan dari pihak-pihak yang berwenang.
Bobi Anwar Maarif berharap bahwa pengerjaan Rancangan Perpres Atase
Ketenagakerjaan ini bisa diinvervensi dengan baik oleh Presiden. Dalam
mengintervesi rancangan perpres tersebut, Presiden harus mampu menunjukkan
semangat yang luar biasa, sebagaimana semangat beliau ketika menerbitkan UU
Ciptaker dan peraturan-peraturan pelaksananya.