Quantcast
Channel: JARINGAN BURUH MIGRAN
Viewing all articles
Browse latest Browse all 25

Ulasan Audiensi JBM dengan Kementerian Sekretariat Negara

$
0
0

"Perkembangan Aturan Turunan UU PPMI; RPP ABK, Perpres Atase Ketenagakerjaan dan Permen LTSA”

Jaringan Buruh Migran (JBM) merupakan Koalisi 28 organisasi dari berbagai organisasi buruh dalam dan luar negeri serta organisasi pemerhati buruh migran. JBM lahir karena keprihatinan akan masih rendahnya perlindungan bagi buruh migran dari segi kebijakan. Dalam sejarahnya, JBM yang dulu bernama JARI PPTKILN semenjak tahun 2010 telah aktif melakukan pengawalan terhadap proses pembahasan revisi UU No 39/2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Pada Jumat, 14 Januari 2022, pukul 10.00 WIB, perwakilan dari JBM yang terdiri dari Savitri Wisnuwardhani, Nuralia Rossy, Vebrina Monicha, Bobi Alwi dan Figo, telah melaksanakan audiensi dengan Kementerian Sekretariat Negara. Audiensi dilakukan guna mengetahui update perkembangan terkait aturan turunan UU PPMI, yakni Perpres Atase Ketenagakerjaan, RPP ABK dan Permen LTSA. Audiensi ini berlangsung selama 1 jam 30 menit. Audiensi ini disambut dan diterima dengan baik oleh Dyah Ariyati, Dede Martinelly bersama Tim dari Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Sekretariat Negara.

Dyah Ariyati selaku Kepala Bidang Pariwisata, Kebudayaan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Manusia, Asisten Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undanganmenjabarkan update perkembangan aturan turunan UU PPMI yang mempunyai semangat terhadap perlindungan PMI. Aturan pertama yang diupdate ialah aturan mengenai perpres Atase Ketenagakerjaan. Atase Ketenagakerjaan memiliki peranan sangat besar dan penting dalam perlindungan PMI. Dalam pelaksanaannya, tidak bisa dipungkiri penegakan dalam perlindungan PMI di negara penempatan perlu dikawal, apakah  sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sehingga dapat menjadi evaluasi. UU PPMI menyebutkan bahwa mengenai Atase Ketenagakerjaan harus diundangkan melalui Perpres, namun setelah bertemu dengan 10 Kementerian terkait, perpres Atase Ketenagakerjaan tidak akan jadi Perpres tersendiri. Perpres Atase Ketenagakerjaan akan digabungkan dan dimasukkan ke dalam Revisi Keppres 108 tentang organisasi perwakilan RI di luar negeri.

Selanjutnya Dyah juga turut menjabarkan bahwa untuk RPP ABK sudah berada ditahap finalisasi. Sebelumnya, RPP ABK ABK memiliki konsen dan perhatian di peraturan perizinan dan berbagai hal lainnya. Namun kini, RPP ABK secara konsep dan prinsip di antara Kementerian sudah bertemu, sudah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi, dan tidak ada yang saling bertentangan. Sedangkan untuk aturan turunan Permen LTSA masih perlu dikomunikasikan dengan Kemnaker mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan sehingga kekosongan hukum yang terjadi dapat segera diatasi. Selain itu juga, sosialisasi secara lebih masif sangat diperlukan untuk menyebarkan peranan dan fungsi LTSA agar CPMI dapat dengan mandiri mengurus persyaratan dokumennya sendiri tanpa bantuan calo atau sponsor yang selama ini sering terjadi. Data yang disampaikan dan pengamatan yang disampaikan oleh perwakilan JBM menjadi masukan untuk Kemensekneg dalam memberikan input kepada instansi/ kementerian dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan PMI dan menjadi bahan untuk internal Sekneg dalam membuat peraturan-peraturan mengenai perlindungan PMI.

Dalam audiensi ini, Savitri Wisnuwardhani selaku SekNas JBM menyampaikan bahwa berdasarkan hasil penelitian JBM menunjukkan bahwa masih terdapat banyak PMI yang tidak mengetahui mengenai LTSA. Oleh karena PMI masih banyak yang tidak mengetahui LTSA, mengakibatkan PMI masih banyak yang menggunakan calo untuk mengurus dokumen. Pendirian LTSA sudah tersebar di berbagai daerah kantong PMI, namun wilayah/ lokasi keberadaan LTSA masih sulit untuk dijangkau oleh CPMI dan sosialisasi mengenai LTSA pun masih minim sehingga keberadaan calo masih mendominasi dalam pengurusan dokumen CPMI. Untuk itu, penting adanya kebijakan yang khusus untuk mengatur mekanisme dan prosedur dalam memberikan sosialisasi serta mekanisme layanan dengan menggunakan perspektif HAM dan gender dalam melakukan pelayanan di LTSA.

Savitri turut menegaskan urgensi perlindungan PMI yang bekerja di negara penempatan. Masih terdapat banyak kasus yang menimpa PMI selama bekerja di luar negeri, terutama di masa Pandemi Covid-19, beban kerja bertambah, gaji tidak dibayarkan, deportasi, dan masih banyak permasalahan lainnya. Berdasarkan diskusi-diskusi yang telah JBM lakukan bersama jaringan, dalam menangani kasus, Atase Ketenagakerjaan maupun Konsuler masih minim paradigma yang berperspektif korban atau Survivor-centered Approach. Sehingga bila ada permasalahan ketenagakerjaan yang terjadi, Atase ketenagakerjaan maupun Konsuler dapat lebih memahami, mengidentifikasi masalah dengan lebih ramah/ berpihak kepada kebutuhan korban. Selain itu, verifikasi kerja sangat penting untuk dilakukan agar pemberi kerja atau agensi yang bermasalah dapat dievaluasi sehingga dapat meminimalisir permasalahan selama PMI bekerja. Oleh karena itu, isu migrasi harus dilakukan secara multisektoral dan berkoordinasi secara intens.

Bobi Alwi dari DPN SBMI turut menjabarkan urgensi perlindungan terhadap ABK. RPP ABK belum disahkan, sedangkan kasus ABK sangat banyak terjadi dan terus melonjak. Berdasarkan indikator dari ILO, ABK seringkali mengalami kerja paksa. Permasalahan lain yang sering terjadi pada ABK di antaranya: 1.) mengalami penipuan, seperti penipuan akan gaji, 2.) akomodasi kehidupan sandang pangan yang tidak layak, 3.) penahanan akan dokumen dan bila hendak mendapatkannya kembali harus membayarkan sejumlah uang tebusan, 4.) banyak yang terdampar dan 5.) banyak yang meninggal dunia. Di lapangan, Disnakertrans masih kebingungan mengenai pengaturan yang ada karena aturan khusus yang mengatur mengenai ABK belum ada, sedangkan peraturan yang ada belum melindungi ABK. SBMI juga sudah mencatat perusahaan-perusahaan yang dari perizinannya masih berantakan dan bermasalah. Dari hasil audiensi SBMI dengan salah satu Disnakertrans di daerah, ternyata masih banyak kapal yang mendapatkan izin dari dinas perdagangan dan bukan dari Kementerian Perhubungan. Permasalahan yang terus terjadi pada ABK ini sudah seharusnya menjadi perhatian dan prioritas bersama. Pemerintah harus segera bergerak untuk mewujudkan perlindungan PMI di sector sea-based.


Di akhir sesi, Savitri Wisnu (SekNas JBM) menyerahkan beberapa buku kepada Setneg di antaranya rekomendasi JBM dalam bentuk isu krusial atase ketenagakerjaan dan LTSA. Bobby Alwy (SBMI) juga turut menyerahkan beberapa buku penelitian di antaranya: 1.) dampak pandemik terhadap buruh migran; 2.) situasi perbudakan ABK perikanan; 3.) catatan Akhir Tahun; 4.) penelitian tentang LTSA; dan 5.) rekomendasi tentang perpres Atase Ketenagakerjaan. 

 



 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 25

Trending Articles